08 Juni 2009

Membahas Hak-Hak Wanita dalam Suatu Ikatan Hubungan

08 Juni 2009

i-om
Date


Makna Pernikahan

Apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata pernikahan? Ikatan, romantis, atau suatu hal yang merepotkan? Perbedaan pendapat itu memang wajar. Seperti pandangan bookaholic berikut tentang ikatan itu.
Isu diskriminasi gender sudah lama sekali jadi topik perdebatan. Kartini telah habis-habisan menegakkan hak kaum perempuan. Tapi, ada satu hal yang perlu dipertanyakan. Benarkah hak-hak perempuan sudah mendapat pengakuan sepenuhnya?

Pertanyaan tersebut memang masih menjadi pokok bahasan yang hangat. Apalagi kalau isu itu dihubungkan dengan institusi bernama pernikahan. Perbedaan pendapat dari lima bookaholic kali ini mewarnai diskusi tentang novel bernama Place Monge.

Astri Pinatih, Satria Agus, Hayati Nufuz, Lintang Kusumo, dan Betty Purnamasari mencoba mengutarakan pendapat masing-masing. "Sebagai seorang perempuan, menurutku, tokoh Helen terlalu bebas dalam berpikir. Emang benar sih dia itu kritis dan mandiri. Tapi, saking kritisnya, sampai-sampai dia menganggap pernikahan sebagai belenggu," ujar Satria yang langsung dapat tanggapan dari Betty.

"Wajar aja sih. Nyatanya, masih banyak orang yang beranggapan kayak gini. Mau sekolah setinggi apa pun, ujung-ujungnya perempuan harus balik ke dapur. Belum lagi doktrin kalau istri harus nurut sama suami," seru Betty yang diikuti anggukan bookaholic cewek yang lain.

Penggambaran tokoh Helen di sini memang menjadi contoh masih semrawutnya kedudukan wanita dalam berbagai bidang. Helen menganggap eksistensi kaum hawa selama ini sekadar simbol. Dia tidak anti menikah, tapi dia benci harus kembali pada tradisi lama, di mana perempuan dibatasi hanya mengasuh anak dan melayani suami.

"Tapi, aku punya pemikiran beda. Aku bakal kasih izin ke pasanganku buat berkarir sama kayak aku. Nggak ada pembeda antara cewek dan cowok. Cewek juga boleh menyuarakan pendapatnya," tutur Lintang mencoba menengahi.

"Yap! Bagus kalau semua laki-laki bisa berpikiran terbuka. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Helen sendiri kalau udah berurusan sama cinta langsung keok. Jadi rapuh gitu deh. Buktinya, dia mau aja nungguin Wicak yang jelas-jelas nggak pernah peduli sama dia dan mentingin kerjaan. Gitu Helen masih setia aja nungguin," ujar Astri dengan nada sebal.

Membiarkan hati sejalan dengan logika memang bukan urusan mudah. Helen banyak berkenalan dengan pria-pria di Paris. Mencoba jatuh cinta dan menjalin hubungan. Namun, tetap saja hatinya tidak mampu berpindah dari sosok Wicak. Helen menganggap Wicak sebagai cinta sejati. Namun, kenyataan itu berubah ketika Wicak menikah.

"Nah, pas Wicak akhirnya menikah sama cewek lain, Helen berhenti berharap. Mending gitu sih, sakit hati tapi dapat jawaban. Anehnya, Wicak itu masih aja suka kirim-kirim SMS kangen ke Helen. Nggak bener deh!" ujar Astri lagi.

Bukan hanya Wicak yang sempat mengisi pikiran Helen. Laki-laki bernama Ben juga hampir berhasil mengusir Wicak dari pikiran Helen. Place Monge menjadi saksi bisu dari kehidupan Helen sehari-hari. Saat dia harus pergi kuliah, saat dia berkencan dengan kenalannya, ataupun saat Helen patah hati untuk yang kali kesekian. Di sanalah dia pulang.

"Tema yang diangkat bagus sih. Bahasanya juga condong ke arah sastra. Tapi, sebaiknya penulis nggak menceritakan kegiatan Helen dengan terlalu detil. Banyak penjabaran kurang penting," saran Satria menutup diskusi sore itu
sumber:jawapos.com



0 komentar:

Posting Komentar

 
Blog Demak © 2011. All rights reserved.Blogger.com | Template by Muhammad Luthfi